Sabtu, 07 Juli 2012

I'm comforted, I'm trust: The Power of Building Rapport

Dalma dunia konseling atau terapi, seorang konselor atau terapis perlu membangun hubungan (rapport) yang baik dengan kliennya. Hubungan baik akan terjalin tergantung dari bagaimana seorang konselor/terapis bersikap. Nah, dari tulisan Ketan (2009) yang pernah kubaca, ternyata ada poin penting terkait builing rapport yang perlu diperhatikan saat proses konseling/terapi, yaitu sebagai berikut:

1.   Pacing
Tujuan dari pacing ini adalah membawa klien dalam kondisi nyaman.
Prosesnya dimulai dengan berusaha menyamakan posisi dan mengikuti kesukaan klien, sebagai sikap awal yang menunjukkan bahwa konselor memahami klien. Jika sudah terjalin komunikasi, proses pacing diperkuat dengan adanya proses empati kepada klien sehingga klien merasa nyaman.
Yang dapat dijadikan sarana dalam pacing :
  • Mengikuti kebiasaan/ habit klien
  • Situasi, yaitu tempat dimana klien merasa nyaman
  • Menyamakan fisiologi/ gesture, maksudnya adalah membuat posisi kita sejajar dengan klien, sehingga klien tidak merasa digurui
  • Menggunakan Language (Rep System) and Meta Program yang tepat
Terkait dengan fokus penginderaan klien (visual, auditory, atau kinesthetic). Misalnya, orang yang lebih kuat visualisasinya, konselor dapat menggunakan kata “kelihatannya”, “nampaknya”. Jika klien lebih kuat dalam hal auditory, dapat menggunakan kata “kedengarannya”. Jika klien lebih dominan dalam hal kinestetik, dapat digunakan kata “rasanya”, dan sebagainya.

2.   Leading
Leading dilakukan jika klien telah merasa nyaman, sehingga dapat diajak atau diarahkan menuju outcome atau tujuan yang diharapkan. Teknik ini digunakan dengan memanfaatkan cerita yang telah disampaikan klien.
Tujuan dari leading ini adalah membangun kepercayaan klien sehingga nantinya klien dapat dengan mudah diarahkan, dibimbing, dibantu dalam menemukan jalan keluar dari permasalahannya. 
Dalam pelaksanaannya leading dapat dilakukan setelah dua atau tiga kali pacing.
Oiya, yang tidak kalah pentingnya adalah yang ketiga, kita juga perlu menguasai teknik refleksi empati, karena hal tersebut juga menjadi kunci terbentuknya hubungan yang baik. Teknik refleksi empati itu meliputi dua macam, yaitu refleksi isi dan refleksi emosi, dan dua-duanya bisa dipakai secara bergantian saat terapis/konselor mendengarkan aktif. Disamping itu, perlu juga sesekali melakukan summarizing atau paraphrasing agar suasana semakin nyaman dan kondusif. Daan.. kemampuan tersebut perlu dilatih, tidak hanya sekedar teori karena termasuk skill. So, bagi para konselor/terapis semangat mengembangkan diri yaa...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar