Kamis, 05 Juni 2014

Positive Institution sebagai Usaha Peningkatan Kebahagiaan Warga

Kali ini aku akan menuliskan sebuah pemikiran mengenai kebahagiaan. Bila dilihat lebih lanjut, kebahagiaan terlihat sangat abstrak dan subjektif. Bisa jadi, masing-masing orang memiliki makna orientasi dan makna kebahagiaan yang berbeda-beda. Oleh karena itulah kebahagiaan seringkali dikaitkan dengan kesejahteraan subjektif (subjective well-being). Tapi, pada dasarnya, kebahagiaan merupakan emosi universal yang penting (Compton, 2005) dan didambakan dalam kehidupan setiap orang (Argyle, 2001). Kebahagiaan dapat dijadikan sebagai salah satu bagian dari indikator kualitas hidup seseorang (Munson & Resnick, 2012), yang manakebahagiaan merupakan aspek penting dalam menciptakan kesejahteraan subjektif seseorang (Lu & Gilmour, 2004) dan menjadi variabel penting untuk menemukan makna hidup (Baumeister, Vohs, Aaker, & Garbinsky, 2014). Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Lu &Gilmour (2004) yang menyatakan bahwa kebahagiaan dipandang sebagai suatu tujuan, yaitu adanya harapan kehidupan masing-masing orang berakhir bahagia meskipun memiliki cara dan pengalaman yang berbeda-beda dalam meraihnya. 
Salah satu cara untuk menguatkan emosi positif, khususnya untuk meningkatkan kebahagiaan, dapat dilakukan dengan mengumpulkan pengalaman-pengalaman positif dari masing-masing individu (Rausch, 2013). Penguatan emosi positif akan membuat seseorang mengumpulkan pengalaman positif (positive experience) sehingga mampu mengubah pengalaman negatif (stressful experience) secara adaptif (Vulpe & Dafinoiu, 2012). Senada dengan pendapat tersebut, Baumeister, Vohs, Aaker, & Garbinsky (2014) menyatakan bahwa peningkatan kebahagiaan akan berperan dalam penurunan tingkat kecemasan, kekhawatiran, dan kondisi tertekan (stress). Untuk mencapai hal tersebut, langkah intervensi yang dilakukan dapat dimulai dengan cara mengubah perilaku yang diiringi dengan pembenahan kognisi masing-masing individu tersebut (Vulpe & Dafiniou, 2012).
Pembentukan emosi positif tersebut sedikit banyak juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan serta bagaimana sebuah institusi dapat dijadikan sebagai lingkungan yang positif (institusi positif) dan mendukung peningkatan atau penguatan emosi positif dalam diri seseorang. Hal tersebut dinyatakan secara implisit oleh Seligman (2002) dalam bukunya yang berjudul Autenthic Happiness,
“positive institution that support the virtues”
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa institusi postif (positive institution) merupakan salah satu pilar utama dari kajian psikologi positif yang mendukung penguatan emosi positif masyarakat di dalam sebuah lembaga atau institusi melalui serangkaian program atau langkah-langkah intervensi. 
Larry Starr (dalam Greenberg, 2007) menyatakan terdapat 3 elemen penting untuk menciptakan positive institution, yaitu adanya transparansi, adanya misi dan usaha/langkah untuk mencapai visi tersebut, serta kemampuan untuk mengatasi masalah/kesulitan/konflik secara konstruktif. Lebih lanjut, Katy (dalam Greenberg, 2007) menambahkan bahwa pembentukan positive institution juga ditentukan oleh karakter pemimpin. Dalam hal ini, pemimpin menjadi faktor pendukung untuk membangun kesadaran dan membangun hubungan interpersonal dengan masyarakat di bawahnya guna mencapai tujuan (Rausch, 2013). Hubungan interpersonal masyarakat dalam suatu institusi atau lembaga juga penting dalam penciptaan positive institution. Pandangan tersebut didasarkan pada karakteristik orang-orang dari budaya timur, yaitu pencapaian kebahagiaan dikaitkan dengan terciptanya harmoni sosial (Uchida & Kitayama, 2009) dan dipengaruhi oleh persepsi diri yang terbentuk dalam sebuah hubungan sosial (Uchida, Norasakkunkit & Kitayama, 2004). 
Dalam prakteknya, positive institution cenderung diaplikasikan pada intervensi pada level makro, yang memperhatikan peran hope, efficacy, resiliency, dan optimism masyarakat di dalamnya (Cascio & Luthans, 2014). Pandangan ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Vulpe & Dafinoui (2012), yang menyatakan bahwa resiliensi (kemampuan untuk bangkit kembali dari pengalaman negatif dan menyesuaikan diri dengan perubahan dari pengalaman yang stressful) akan membantu peningkatan strategi koping dalam pengumpulan pengalaman positif sehingga meningkatkan atau menguatkan positive emotion dalam diri masing-masing individu (Vulpe & Dafinoui, 2012). Dari dua penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penciptaan suatu lembaga atau institusi positif akan membantu memudahkan masyarakat di dalamnya untuk mengumpulkan pengalaman positif yang mampu meningkatkan kebahagiaan untuk mereka. Disamping itu, proses pembentukan positive institution juga membutuhkan agen perubahan sosial untuk melakukan berbagai macam tindakan atau intervensi, yang mana hal tersebut membutuhkan kerja sama individu, kelompok/komunitas dan pemimpin dalam suatu kelompok/komunitas (Rausch, 2013). 
Pemaparan di atas disimpulkan bahwa pembentukan institusi positif dilakukan dengan cara mengubah pola pikir atau cara pandang dengan memanfaatkan segi keilmuan atau pengetahuan dan mengubah perilaku negatif ke arah positif dengan menggunakan pendekatan budaya setempat. Selanjutnya, proses penciptaan institusi positif (positive institution) untuk meningkatkan kebahagiaan masyarakat, dapat diringkas ke dalam bagan berikut:
                 Bagan 1. Positive institution dalam meningkatkan kebahagiaan dalam masyarakat


Daftar Pustaka
Argyle, M. (2001). The Psychology of Happiness. New York: Routledge.
Baumeister, R.F., Vohs, K.D., Aaker, J.L., Garbinsky, E.N. (2014). Some key differences between a happy life and a meaningful life. Journal of Positive Psychology, ________
Cascio, W.F., & Luthans, F. (2014). Reflections on the metamorphosis at Robben Island: The role of institutional work and positive psychological capital. Journal of Management Inquiry, 23 (1), 51-67.
Compton, W. C. (2005). Introduction to Positive Psychology. California: Thomson Wadsworth.
Greenberg, M. (2007). Positive Psychology and Institution: Highlights from A Panel Discussion, diunduh dari http://positivepsychologynews.com/news/margaret-greenberg/2007011435 pada tanggal 31 Mei 2014 pukul 13.25

Terima kasih juga kepada: Ardi Primasari, Arini Pinondang, Clara L. Wibowo, Novi Ernilawati, dan Retno Utari K atas kontribusi untuk tulisan ini. Tulisan ini adalah pengembangan pemikiran ketika mata kuliah Psikologi Positif. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar