Selasa, 07 April 2009

Being Happy? Why not? : Refleksi dari Film "Pursuit of Happyness"

Saya adalah orang yang suka banget menonton film dan yaah.. sekedar berbagi dengan orang lain mengenai film tersebut. Kali ini, saya kembali ingin menceritakan mengenai salah satu film yang saya tonton. Film ini dirilis pada tahun 2006 dengan judul Pursuit of Happyness. Bagian yang menarik bagi saya sebelum menonton adalah tulisan "Happyness" yang ditulis dengan huruf "y" bukan "i". Hehee.. mungkin saya terlalu detail dalam mengamati. Baiklaah.. kalau begitu saya mulai dengan membuat semacam sinopsis film nya ya..

Sinopsis Film
Film yang ditulis oleh Gabriele Muccino ini menceritakan kehidupan seorang ayah yang berusaha mencapai, mencari, dan menemukan apa yang ia sebut sebagai sebuah kebahagiaan. Di tengah liku-liku perjuangannya ia selalu didampingi oleh anaknya yang juga sebagai motivasi baginya.
Kisah ini diawali dengan perjuangan Chris Gardner (tokoh utama) dalam mencari pekerjaan dan menjual alat pemindai kepadatan tulang sebagai sumber penghasilannya. Rintangan yang dihadapi pun tidak mudah. Ia juga harus membayar sewa rumah, sekolah, dan juga membayar tilang karena ia parkir sembarangan. Semenjak itu, naik bus dan berlari telah menjadi bagian dari hidupnya.
Awal pencapaian kebahagiaannya dimulai dari pertemuannya dengan Jay Twistle yang juga kepala SDM pialang saham Dean Witter. Berkali-kali Chris mencoba mengajak Tn Twistle berbincang-bincang, namun ia kurang mendapat respon dari Tn. Twistle. Chris tidak menyerah begitu saja. Pada suatu ketika, Chris kembali menemui Tn. Twistle, namun ia buru-buru ke Noe Valley. Tanpa pikir panjang, Chris pun meminta ijin untuk ikut ke Noe Valley. Dari pertemuan ini, ternyata Chris bisa menarik perhatian dan menimbulkan kesan positif bagi Tn. Twistle.
Tak lama berselang, Jay Twistle pun menawarinya untuk menjadi calon magang. Chris pun menerimanya. Namun diluar dugaannya, ketika ia mengecat tembok rumah kontrakannya, polisi datang dan menagih pembayaran tilang. Chris pun baru boleh keluar dari tahanan keesokan harinya pada pukul 09.30. Padahal jadwal wawancaranya pukul 10.15.
Setelah urusan tilang selesai, ia pun berlari menuju Dean Witter tanpa sempat mengganti bajunya. Tentu saja hal ini membuat pewawancara tercengang. Namun, berkat usaha Chris untuk meyakinkan mereka, justru menimbulkan kesan positif untuk pewawancara, dan ia pun diterima magang di perusahaan selama 6 bulan tanpa gaji dan tanpa jaminan untuk diterima bekerja.
Berbekal tekad dan keyakinan untuk meraih impiannya ia pun berusaha menelepon dan mencari relasi sebanyak-banyaknya untuk memperjuangkan programnya. Ia pun berusaha menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat meskipun harus jatuh-bangun dan menghadapi rintangan yang berat.
Di akhir cerita, Chris pun berhasil mencapai dan menemukan kebahagiaanya. Ia dapat menarik 31 rekening ke Pice Bell. Ia pun diterima bekerja sebagai pialang di dean Witter. Setelah bekerja di Dean Witter, Chris mendirikan firma investasi Gardner rich. Tahun 2006, ia menjual saham minoritas dari firma pialangnya dalam kesepakatan multijuta dolar.

Kesan yang Ditangkap
Setelah menonton film tersebut, ada beberapa kesan yang bisa saya ungkapkan. Kesan yang pertama kali muncul di benak saya ketika melihat film ini adalah adanya self-efficacy yang tinggi pada diri Chris Gardner. Dengan adanya evaluasi diri yang positif terhadap kemampuan dirinya, ia pun berusaha dan berjuang keras mencapai dan menemukan kebahagiaannya. Keyakina yang ia wujudkan dalam tindakan itu pun mengantarkannya pada keberhasilan yang jug aia sebut sebagai sebuah kebahagiaan.

Penjelasan di atas dibuktikan dengan melalui usaha diaagar dapat bertemu dan berbincang-bincang dengan Jay Twistle. Selain itu, Chris juga berusaha keras untuk menyelesaikan pekerjaannya dan mengerjakan ujian dengan sungguh-sungguh agar dapat diterima kerja di Dean Witter.
Berdasarkan bukti tersebut, saya juga memandang bahwa Chris memiliki fokus diri yang positif, sehingga di dalam dirinya timbul ekspektansi optimistik (optimis dalam mencapai pengharapannya).
Dari film ini, saya juga melihat bahwa Chris Gardner memiliki kemampuan dalam hal persuasi. Hal tersebut terlihat ketika Chris berhasil mengubah sikap dan penilaian pewawancara ketika melihat ia datang ke Dean Witter tidak memakai pakaian formal. Namun, sikap pewawancara tersebut juga tidak lepas dari adanya atribusi positif terhadap sikap Chris. Kemampuan persuasinya juga terbukti dengan adanya keberhasilan Chris meraih 31 rekening yang masuk ke Pice Bell.

Demikian cerita saya hari ini... kita sambung lagi reviu fil di lain hari...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar